وَعَنْ أبي نُجَيد - بضَمِّ النُّونِ وفتحِ الجيم -
عِمْرَانَ بنِ الحُصَيْنِ الخُزَاعِيِّ رضي الله عنهما : أنَّ امْرَأةً مِنْ
جُهَيْنَةَ أتَتْ رسولَ الله وَهِيَ حُبْلَى مِنَ الزِّنَى ، فقالتْ : يَا رسولَ
الله ، أصَبْتُ حَدّاً فَأَقِمْهُ عَلَيَّ ، فَدَعَا نَبيُّ الله وَليَّها ، فقالَ
: أَحْسِنْ إِلَيْهَا ، فإذا وَضَعَتْ فَأْتِني ، فَفَعَلَ فَأَمَرَ
بهَا نبيُّ الله ، فَشُدَّتْ عَلَيْهَا ثِيَابُهَا، ثُمَّ أَمَرَ بِهَا
فَرُجِمَتْ، ثُمَّ صَلَّى عَلَيْهَا. فقالَ لَهُ عُمَرُ: تُصَلِّي عَلَيْهَا يَا
رَسُول الله وَقَدْ زَنَتْ ؟ قَالَ: (( لَقَدْ تَابَتْ تَوْبَةً لَوْ قُسِمَتْ
بَيْنَ سَبْعِينَ مِنْ أهْلِ المَدِينَةِ لَوَسِعَتْهُمْ، وَهَلْ
وَجَدْتَ أَفضَلَ
مِنْ أنْ جَادَتْ بنفْسِها لله ؟! )) رواه مسلم .Daria Abu Nujaid, ‘lmran bin Hushain al-Khuza'i Radhiallahu 'anhuma bahwa seorang wanita dari suku Juhainah telah datang kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam dan perempuan tersebut dalam keadaan hamil karena berzina. Perempuan itu berkata : “Wahai Rasulullah, saya telah melakukan perbuatan yang layak dikenakan hukuman had, maka tegakkanlah hukuman had tersebut padaku”. Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam lalu memanggil wali wanita tersebut, kemudian bersabda : “Berbuat baiklah kepada wanita ini dan apabila dia telah melahirkan kandungannya, maka datanglah kepadaku”. Maka walinya melakukan sebagaimana yang diarahkan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam. (Setelah bayinya lahir) lalu Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam memerintahkan (untuk dilaksanakan hukuman had), maka wanita itu diikat pada pakaiannya, kemudian Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam mengarahkan (agar dia dirajam), maka perempuan itu dirajam. Kemudian Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam menshalati jenazahnya. Umar berkata pada Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam : “Engkau menshalati jenazahnya wahai Rasulullah, sedangkan dia telah berzina?” Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda : “Dia telah bertaubat dengan sebenar-benar taubat, seandainya taubatnya itu dibagikan kepada tujuh puluh orang dari penduduk Madinah, pasti masih mencukupi. Adakah engkau pernah menemui seseorang yang lebih utama daripada orang yang suka mendermakan dirinya semata-mata karena Allah ‘Azzawajalla”. (HR. Imam Muslim).
Penjelasan Dan
Fikih Hadits :
1.
‘Imran
bin Hushain adalah salah seorang sahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi
Wasallam, beliau masuk islam pada tahun terjadinya perang khaibar. Beliau
salah seorang sahabat yang memiliki keutamaan dan merupakan ahli fiqih
dikalangan sahabat, Beliau meninggal pada tahun 52 H di Bashroh.
2.
( فَدَعَا نَبيُّ الله
وَليَّها ، فقالَ : أَحْسِنْ إِلَيْهَا ) Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam lalu memanggil wali wanita
tersebut, kemudian bersabda : “Berbuat baiklah kepada wanita ini..”
·
Imam
Nawawi Rahimahullah berkata :
“Perintah berbuat baik (kepada wanita itu) karena dua sebab, yang
pertama : Takut apa yang akan menimpa wanita itu, karena rasa cemburu dan telah
mencemarkan nama baik keluarga khawatir mereka akan menyakitinya, maka Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam
mewasiatkan kepada keluarganya untuk berbuat baik kepadanya, sebagai peringatan
dari Nabi kepada mereka untuk tidak menyakitinya. Yang kedua : Perintah berbuat
baik kepada wanita itu sebagai bentuk kasih sayang Nabi kepadnya, karena dia sudah
bertaubat, dan Nabi menganjurkan untuk
berbuat baik kepadanya, karena perbuatan yang dilakukanyan sesuatu yang tidak
diterima dan sebagai sebab dia akan dicaci dengan ucapan yang menyakiti karena
perbuatannya, maka Nabi melarang semua itu.
3.
( ثُمَّ أَمَرَ بِهَا فَرُجِمَتْ ) “Nabi Sallallahu ‘Alaihi
Wassallam, memerintahkan (untuk dilaksanakan hukuman had)” Dalam riwayat
Muslim :
ثم أمر بها فحُفر لها إلى صدرها ، وأمر الناس فرجموها
“Kemudian Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam
memerintahkan untuk dilaksanakan hukum had terhadap wanita itu, maka digalilah
lubang sampai dadanya (dan ditanam kedalamnya), lalu Nabi memerintahkan
orang-orang untuk merajamnya”.
4.
Seorang
yang sudah menikah apabila berzina maka wajib dirajam oleh imam (pemimpin)
dengan batu sampai mati. Ini merupakan bentuk kebijaksanaan Allah Ta’ala, Bahwa
islam tidak memerintahkan menyembelih para pelaku zina dengan pedang supaya
cepat mati, akan tetapi dirajam dengan batu sehingga dia dapat merasakan siksa
dan sakit sebagai balasan atas perbuatan haramnya, karena penzina telah
menikmati dengan semua anggota badannya sesuatu yang haram, maka diantara
hikmah nya semua anggotanya berhak mendapatkan azab sesuai dengan lezatnya dosa
yang dilakukan.
5.
Hadits
diatas menunjukkan wanita yang hamil tidak boleh dihukum rajam sehingga dia
melahirkan anaknya.
·
Imam
Nawawi Rahimahullah berkata :
(فيه: أنه لا ترجم الحبلى حتى تضع، سواء كان حملها من زنا أو غيره،
وهذا أمر مجمع عليه؛ لئلا يقتل جنينها -بقيام الحد عليها- وكذا لو كان حدها الجلد وهي
حامل لم تجلد بالإجماع حتى تضع).
“Hadits ini menunjukkan bahwa orang
yang hamil tidak boleh dirajam sehingga dia melahirkan bayinya, baik hamilnya
karena zina atau yang lainnya, dan ini perkara yang telah disepakati atasnya,
supaya janin dalam perut ibunya tidak ikut terbunuh (karena penegakan hukum
atasnya), begitu juga kalo seandainya hukumannya dicambuk, dan dia dalam
kondisi hamil, maka tidak boleh dicambuk sehingga dia melahirkan, dan ini ijma’
‘Ulama”.
6.
Hadits
diatas menunjukkan bolehnya seseorang mengakui bahwa dia telah berzina dihadapan
qodhi, dengan tujuan untuk membersihkan diri dari dosa dengan penerapan hukuman
had . Adapun untuk tujuan membuka ‘Aibnya, maka ini tidak dibolehkan, Nabi Shallallahu
‘Alaihi Wasallam bersabda :
كلّ
أمّتي معافى إلّا المجاهرين، وإنّ من المجاهرة أن يعمل الرّجل باللّيل عملا، ثمّ
يصبح وقد ستره اللّه فيقول: يا فلان عملت البارحة كذا وكذا، وقد بات يستره ربّه،
ويصبح يكشف ستر اللّه عنه
“Setiap umatku akan mendapat ampunan, kecuali mujahirin
(orang-orang yang terang-terangan berbuat dosa). Dan yang termasuk
terang-terangan berbuat dosa adalah seseorang berbuat (dosa) pada malam hari,
kemudian pada pagi hari dia menceritakannya, padahal Allah telah menutupi
perbuatannya tersebut, yang mana dia berkata, ‘Hai Fulan, tadi malam aku telah
berbuat begini dan begitu.’ Sebenarnya pada malam hari Rabb-nya telah menutupi
perbuatannya itu, tetapi pada pagi harinya dia menyingkap perbuatannya sendiri
yang telah ditutupi oleh Allah tersebut”.
7. Seseorang
yang bangga menceritakan maksiat yang telah diperbuatnya, seperti seseorang
yang mengatakan, “aku telah pergi kenegara ini itu dan saya sudah meniduri
banyak wanita” dia mengucapkannya dengan penuh kebanggaan, maka orang seperti
ini diminta untuk bertaubat, kalau tidak bertaubat maka imam (penguasa kaum
muslimin) berhak memberikan had(hukuman) mati kepadanya, karena orang yang
bangga melakukan zina yang Nampak dari kondisinya ia telah menghalalkannya, dan
barang siapa yang menghalalkan zina maka ia telah kafir.
8.
Hadits
diatas menunjukkan keutamaan bertaubat kepada Allah dengan taubat Nashuha,
bahwa taubat akan menghapus dosa-dosa sebelumnya. Jujur dalam taubat memiliki
kedudukan yang tinggi dan akan mengangkat derajat seseorang.
·
Imam
Ibnul qayyim Rahimahullah menyebutkan beberapa tanda taubat yang benar
dan yang diterima Allah Subhanahu wata’ala, diantaranya : Kondisi
setelah taubat lebih baik dari sebelumnya, hatinya selalu khawatir dan takut
kembali bergelimang dalam dosa, selalu menyesal atas apa yang telah diperbuat,.
9.
Diantara
tanda-tanda seseorang mendapatkan hidayah dan taufiq dari Allah adalah
seseorang tidak menganggap remeh dosa-dosa yang diperbuat, dan dia menganggap
amal-amal kebaikannya sangatlah sedikit.
Imam Ibnul
Qayyim Rahimahullah berkata :
فاستقلال
العبد المعصية عين الجرأة على الله ، وجهل بقدر من عصاه وبقدر حقه ، وإنما كان
مبارزة ، لأنه إذا استصغر المعصية واستقلها هان عليه أمرها ، وخفت على قلبه ، وذلك
نوع مبارزة .
“ Seorang hamba yang menganggap remeh dosa
yang diperbuat adalah bentuk kelancangannya kepada Allah, dan bodohnya dia akan
kedudukan dzat yang di maksiati dan akan hak-haknya, dan ini bentuk perlawanan
kepada Allah, karena seorang hamba apabila menganggap kecil maksiat yang
diperbuat maka dia akan meremehkannya dan merasa enteng dihatinya, dan ini
bentuk perlawanan kepada Allah”.
10.
Permasalahan :
Seseorang yang bertaubat kepada Allah apakah kedudukannya akan kembali seperti
sebelum berbuat dosa?
Ada dua pendapat diantara para
‘Ulama, pendapat pertama : bahwa kedudukannya akan kembali seperti keadaan
sebelum berbuat dosa, karena taubat menghapus dosa-dosa yang telah lalu.
Pendapat kedua : kedudukannya tidak kembali seperti keadaan sebelum berbuat
dosa.
Ibnul Qayyim rahimahullah
berkata :
سمعت
شيخ الإسلام ابن تيمية رحمه الله يحكي هذا الخلاف ثم قال : والصحيح : أن من
التائبين من لا يعود إلى درجته ومنهم من يعود إليها ومنهم من يعود إلى أعلى منها
فيصير خيراً مما كان قبل الذنب وكان داود بعد التوبة خيراً منه قبل الخطيئة قال :
وهذا بحسب حال التائب بعد توبته وجده وعزمه وحذره وتشميره فإن كان ذلك أعظم مما
كان له قبل الذنب عاد خيراً مما كان وأعلى درجة وإن كان مثله عاد إلى مثل حاله وإن
كان دونه لم يعد إلى درجته ( مدارج السالكين )
“Saya
mendengar Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullah menceritakan tentang khilaf
ini, bliau berkata : “Bahwa diantara orang-orang yang bertaubat ada yang
kondisinya tidak kembali seperti keadaan sebelum berdosa, diantara mereka ada
yang kembali, diantara mereka ada yang kembali ke kondisi yang lebih baik dari
kondisi sebelum berdosa, Daud ‘Alaihissalam setelah bertaubat kondisinya lebih
baik dari sebelum melakukan kesalahan, beliau berkata : “ini tergantung keadaan
orang taubat tersebut setelah taubatnya, dilihat dari kesungguhannya, niat yang
kuat dan kekhawatirannya, apabila semua ini lebih besar dari sebelum dia
berdosa maka ia telah kembali menjadi lebih baik dan kedudukan yang lebih
tinggi, dan apabila kondisinya sama seperti sebelum berdosa maka dia kembali
seperti semula, apabila kondisinya dibawah kondisi sebelumnya maka dia tidak kembali
kekondisi sebelumnya”.
11.
Hadits
diatas menunjukkan bahwa yang melaksanakan hukum had harus seorang imam (Penguasa
kaum muslimin) atau wakilnya.
12.
Hadits
diatas juga menunjukkan bahwa seorang imam (penguasa) tidak harus hadir
dalam pelaksanaan Had (rajam atau yang lainnya), karena Nabi Shallallahu
‘Alaihi Wasallam, menyuruh para sahabat untuk merajamnya akan tetapi beliau
tidak menghadirinya.
13.
Dalam
menerapkan hukum had, seorang Imam (pemimpin) hendaklah berniat 3 hal :
·
Menunaikan
perintah Allah Ta’ala
·
Berniat
mengangkat kerusakan dimuka bumi
·
Berniat
memperbaiki makhluq
14.
Seorang
perempuan dirajam dalam posisi duduk dan dengan mengikat pakaiannya karena lebih menjaga auratnya.
15.
Had
seorang penzina dengan merajamnya sampai mati.
Imam
Ibnu Qudamah Rahimahullah berkata :
وجوب
الرجم على الزاني المحصن رجلاً كان أو امرأة ، وهذا قول عامة أهل العلم من الصحابة
والتابعين ومن بعدهم من علماء الأمصار في جميع الأعصار ، ولا نعلم فيه خلافاً إلا
الخوارج
“Wajibnya merajam pelaku zina yang sudah
menikah baik laki-laki maupun perempuan, dan ini pendapat semua ‘Ulama dari
kalangan sahabat, Tabi’in dan orang-orang setelah mereka diseluruh belahan
bumi, dan kami tidak mengetahuai ada yang menyelisihi mereka kecuali
orang-orang khawarij”.
16.
Hukuman
pelaku zina yang sudah menikah hanya dirajam, tidak di cambuk. Ini pendapat
Jumhur ‘Ulama, sebagai mana sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dalam
hadits yang diriwayatkan Abu Hurairah tentang wanita dari suku As-Lam :
فإن
اعترفت فارجمها
“Kalau dia
mengakuinya, maka rajamlah dia”.
Dan
juga Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam merajam Ma’iz, Wanita dari suku Gomidiyyah
dan 2 orang yahudi tanpa memerintahkan para sahabat untuk mencambuknya.
17.
Permasalahan : Mana yang lebih utama bagi seseorang yang telah berzina,
mendatangi Qodhi (seorang hakim) lalu mengakui perbuatannya atau diam tidak
memberitahukan hakim?
Ibnu Utsaimin Rahimahullah berkata
: “Dalam masalah ini perlu diperinci, Seseorang yang telah bertaubat dengan
taubat nashuha, dan menyesali perbuatan zina yang dilakukan, dan dia tau dia
tidak akan balik dari perbuatan itu lagi, maka yang lebih utama baginya untuk
tidak mendatangi qodhi dan tidak memberitahukan tentang perbuatanya, dia
membiarkan hal itu menjadi rahasia antara dia dengan Allah, karena barang siapa
yang bertaubat maka Allah akan menerima taubatnya. Adapun orang yang khawatir
taubatnya bukan taubat nashuha dan khawatir terjatuh dalam zina untuk kedua
kalinya maka yang utama baginya mendatangi qodhi dan mengakui perbuatannya
supaya diterapkan hukum pada dirinya”. Wallahu A’lam.
18.
Dalil-dalil tentang disyari’atkannya rajam :
وعن
عمر بن الخطاب قال : ( إن الله بعث محمداً بالحق ، وأنزل عليه الكتاب ، فكان فيما
أنزل الله عليه آية الرجم ، قرأنها ووعيناها وعقلناها ، فرجم رسول الله ورجمنا
بعده ، فأخشى إن طال بالناس زمان أن يقول قائل : ما نجد الرجم في كتاب الله ،
فيضلوا بترك فريضة أنزلها الله ، وإن الرجم في كتاب الله على من زنى إذا أحصن من
الرجال والنساء ، إذا قامت البينة أو كان الحبل أو الاعتراف ) . متفق عليه
Dari
‘Abdullah bin ‘Abbas ia berkata : Umar bin Al-Khaththaab pernah duduk di mimbar
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam seraya bersabda : “Sesungguhnya Allah
telah mengutus Muhammad shallallaahu ‘alaihi wa sallam dengan kebenaran dan
menurunkan Al-Kitab (Al-Qur’an) kepadanya. Dan di antara ayat yang diturunkan
kepadanya adalah ayat rajam. Kami membacanya dan kami memahaminya. Rasulullah
shallallaahu ‘alaihi wa sallam telah menegakkan hukum rajam, dan kami pun
menegakkan setelahnya. Aku khawatir dengan berlalunya waktu akan ada seseorang
yang berkata : ‘Kami tidak mendapatkan hukum rajam dalam Kitabullah’. Oleh
karena itu, mereka tersesat dan meninggalkan kewajiban yang telah diturunkan
Allah. Sesungguhnya hukum rajam dalam Kitabullah (Al-Qur’an) itu adalah benar
bagi siapa saja yang berzina sedangkan ia dalam keadaan muhshan (telah
menikah). Berlaku baik untuk laki-laki maupun wanita, jika telah tegak bukti
(bayyinah), adanya kehamilan, atau pengakuan” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhari no. 6830 dan Muslim no. 1691].
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّهُ قَالَ
أَتَى رَجُلٌ مِنْ الْمُسْلِمِينَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ وَهُوَ فِي الْمَسْجِدِ فَنَادَاهُ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي
زَنَيْتُ فَأَعْرَضَ عَنْهُ فَتَنَحَّى تِلْقَاءَ وَجْهِهِ فَقَالَ لَهُ يَا
رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي زَنَيْتُ فَأَعْرَضَ عَنْهُ حَتَّى ثَنَى ذَلِكَ عَلَيْهِ
أَرْبَعَ مَرَّاتٍ فَلَمَّا شَهِدَ عَلَى نَفْسِهِ أَرْبَعَ شَهَادَاتٍ دَعَاهُ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ أَبِكَ جُنُونٌ قَالَ
لَا قَالَ فَهَلْ أَحْصَنْتَ قَالَ نَعَمْ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اذْهَبُوا بِهِ فَارْجُمُوهُ
Dari Abu
Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa dia berkata, “Seorang laki-laki
Muslim datang kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam saat beliau berada
di Masjid. Laki-laki itu berkata, "Wahai Rasulullah, aku telah berzina!”
Namun beliau berpaling, lalu laki-laki itu pindah dan menghadap wajah beliau
seraya berkata, “Wahai Rasulullah, aku telah berzina!” Beliau tetap memalingkan
muka ke arah lain hingga hal itu terjadi berulang sampai empat kali, setelah
laki-laki itu mengakui sampai empat kali bahwa dirinya telah berzina,
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pun bersabda: “Apakah kamu gila?” Jawab
orang itu, “Tidak.”Beliau bertanya kepadanya lagi: “Apakah kamu telah menikah?”dia
menjawab, “Ya.” Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda kepada para
sahabat: “Bawa orang ini, kemudian rajamlah dia”.
عَنْ
عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عُمَرَ ) أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أُتِيَ
بِيَهُودِيٍّ وَيَهُودِيَّةٍ قَدْ زَنَيَا فَانْطَلَقَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَتَّى جَاءَ يَهُودَ فَقَالَ مَا تَجِدُونَ فِي
التَّوْرَاةِ عَلَى مَنْ زَنَى قَالُوا نُسَوِّدُ وُجُوهَهُمَا وَنُحَمِّلُهُمَا
وَنُخَالِفُ بَيْنَ وُجُوهِهِمَا وَيُطَافُ بِهِمَا قَالَ فَأْتُوا بِالتَّوْرَاةِ
إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ فَجَاءُوا بِهَا فَقَرَءُوهَا حَتَّى إِذَا مَرُّوا
بِآيَةِ الرَّجْمِ وَضَعَ الْفَتَى الَّذِي يَقْرَأُ يَدَهُ عَلَى آيَةِ الرَّجْمِ
وَقَرَأَ مَا بَيْنَ يَدَيْهَا وَمَا وَرَاءَهَا فَقَالَ لَهُ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ
سَلَامٍ وَهُوَ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُرْهُ
فَلْيَرْفَعْ يَدَهُ فَرَفَعَهَا فَإِذَا تَحْتَهَا آيَةُ الرَّجْمِ فَأَمَرَ
بِهِمَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَرُجِمَا قَالَ
عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عُمَرَ كُنْتُ فِيمَنْ رَجَمَهُمَا فَلَقَدْ رَأَيْتُهُ
يَقِيهَا مِنْ الْحِجَارَةِ بِنَفْسِهِ
Dari
Abdullah bin Umar Radhiallahu ‘Anhuma, bahwa seorang laki-laki dan seorang
wanita yahudi dihadapkan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam karena
keduanya dituduh telah berbuat zina. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
lantas pergi hingga menemui orang-orang Yahudi, beliau kemudian bertanya: “Apa
yang kalian ketahui dalam Taurat tentang hukuman bagi orang yang telah
berzina?” mereka menjawab: “Kami lumuri muka mereka dengan arang, kemudian kami
naikkan kedua orang tersebut ke atas kendaraan dengan posisi
berbelakang-belakangan lalu diarak keliling kota.” Beliau bersabda: “Jika
kalian benar, coba perlihatkan kitab Tauratmu.” Lalu mereka bawa kitab Taurat
dan mereka membacanya di hadapan beliau. Ketika bacaannya sampai kepada ayat
rajam, pemuda yang membacanya meletakkan tangannya agar bisa menutupi ayat
tersebut hingga lewat sampai ayat berikutnya. Tetapi Abdullah bin Salam, yang
ketika itu mendampingi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkata, “Wahai
Rasulullah, suruhlah dia mengangkat tangannya.” Ketika pemuda itu mengangkat
tangannya, ternyata di bawah tangannya terdapat ayat rajam. Kemudian Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan supaya keduanya dihukum rajam,
akhirnya keduanya dihukum rajam.” Abdullah bin Umar berkata, “Aku ikut serta
merajam keduanya, aku lihat yang laki-laki berusaha melindungi wanita (ya)
dengan tubuhnya dari lemparan-lemparan batu.”
(Pimpinan Pondok Tahfidz Putri Al-Mahmud & Pengasuh al-hakam.com)
Sumber Artikel : www.al-hakam.com
0 komentar:
Posting Komentar