Bertawassul Kepada
Allah Dengan Amal Sholih, Bolehkah?
Syaikhul Islam
Rahimahullah, berkata :
حُبُّ
الصَّحابَةِ كُلهمْ لي مَذْهَبٌ وَمَوَدَّةُ
القُرْبى بِها أَتَوَسّــل
“Mencintai
sahabat seluruhnya merupakan madzhabku, dan memberikan loyalitas kecintaan
kepada kerabat nabi dengan itu aku Bertawassul.”
Penjelasan Matan Lamiyah Ibnu Taimiyah :
1.
Pengertian
tawassul :
·
Tawassul
adalah mendekatkan diri kepada Allah dengan melaksanakan segala bentuk ibadah
dan ketaatan kepada-Nya, serta Meninggalkan semua yang dilarang –Nya, dengan
tujuan untuk menggapai ridha Allah Subhanahu Wata’ala.
2.
Macam-macam
Tawassul :
Tawassul ada
dua macam : Tawassul Yang Masyru’ (Tawassul yang disyari’atkan) dan tawassul
gairu masyru’ (Tawassul yang tidak disyari’atkan)
v Tawassul Yang Masyru’ (Tawassul yang disyari’atkan) adalah tawasul
yang ditetapkan dan dianjurkan oleh
Allah didalam Al Qur’an dan dijelaskan oleh Rasulullah shallallahu ‘Alaihi
Wasalam, dalam Sunnah-sunnah Nya, Tawassul jenis ini ada tiga macam :
a.
Bertawassul
kepada Allah dengan nama dan sifat-sifat-Nya.
Yaitu Seseorang memulai do’anya dengan memuji,mengagungkan,mensucikan
dan menyebut nama-nama-Allah yang baik dan sifat-sifat-Nya yang tinggi. Agar
pujian, pengagungan dan pensucian kepada Allah Subhanahu Wata’ala, sebagai
wasilah (perantara) dikabulkan doa dan keinginan nya.
·
Para
‘Ulama sepakat bahwa bertawassul kepada Allah Ta’la dengan nama dan
sifat-sifat-Nya di anjurkan, baik untuk perkara dunia maupun akhirat.
Dalil disyari’atkan bertawassul dengan nama dan sifat-sifat Allah
yang indah dan baik :
·
Surat
Al-a’raf ayat 180, Allah berfirman
وَلِلَّهِ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَىٰ فَادْعُوهُ بِهَا
Hanya milik Allah asmaa-ul husna(Nama-nama yang indah), maka
mohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmaa-ul husna itu”.
·
Dari
Anas Bin Malik Radhiallahu ‘Anhu, Bahwa
beliau bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, duduk, kemudian ada
seorang laki-laki sholat kemudian berdo’a :
اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ بِأَنَّ لَكَ الْحَمْدُ لَا إِلَهَ
إِلَّا أَنْتَ الْمَنَّانُ بَدِيعُ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ يَا ذَا الْجَلَالِ
وَالْإِكْرَامِ يَا حَيُّ يَا قَيُّومُ " ، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ( لَقَدْ دَعَا اللَّهَ بِاسْمِهِ الْعَظِيمِ
الَّذِي إِذَا دُعِيَ بِهِ أَجَابَ وَإِذَا سُئِلَ بِهِ أَعْطَى (
“Ya Allah, saya meminta kepada-Mu, Engkau yang memiliki segala pujian,
tiada Tuhan selain Engkau yang esa tanpa sekutu, maha pemberi anugerah, yang
menciptakan langit dan bumi, yang maha agung dan mulia, yang maha hidup dan
mengurus segala sesuatu.” Rasulullah Saw bersabda: Dia telah berdoa dengan nama
Allah yang agung, yang jika diminta dengan nama tersebut Allah akan
mengabulkan. Kemudian Nabi shollallahu alaihi wasallam
bersabda: Sungguh ia telah berdoa kepada Allah dengan Nama-Nya yang Agung yang
jika berdoa dengannya akan dikabulkan, jika diminta dengannya Dia akan member”.
b.
Bertawassul kepada Allah dengan Iman dan Amal
Sholih.
·
Para
‘Ulama sepakat bahwa dibolehkannya bertawassul kepada Allah dengan ‘amal sholih
yang telah dilakukannya dengan tujuan mendekatkan diri kepada Allah.
Dalil-dalil
bolehnya bertawassul dengan ‘amal sholih adalah :
1)
Firman
Allah Subhanahu Wata’ala dalam surat Al-Kahfi ayat 110
فَمَنْ كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا
وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا
“Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah
ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun
dalam beribadat kepada Tuhannya”
2)
Firman
Allah dalam surat Al-Imran ayat 16
الَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا إِنَّنَا آمَنَّا فَاغْفِرْ لَنَا
ذُنُوبَنَا وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
(Yaitu) orang-orang yang berdoa: Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami
telah beriman, maka ampunilah segala dosa kami dan peliharalah kami dari siksa
neraka
3)
Firman
allah dalam surat Al-Imaran ayat 53
رَبَّنَا آمَنَّا بِمَا أَنْزَلْتَ وَاتَّبَعْنَا الرَّسُولَ
فَاكْتُبْنَا مَعَ الشَّاهِدِينَ
Ya Tuhan kami, kami telah beriman kepada apa yang telah Engkau
turunkan dan telah kami ikuti rasul, karena itu masukanlah kami ke dalam
golongan orang-orang yang menjadi saksi (tentang keesaan Allah
4)
Dari
Ibnu ‘Umar Radhiallahu ‘Anhu, saya mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
Wasallam bersabda :
انْطَلَقَ ثَلاَثَةُ نَفضرٍ مِمَّنْ
كَانَ قَبْلَكُمْ حَتَّى آوَاهُمُ الْمَبِيتَ إِلَى غَارٍ فَدَخَلُوهُ ،
فَانْحَدَرَتْ صَخْرَةٌ مِنَ الْجَبَلِ فَسَدَّتْ عَلَيْهِمُ الْغَارَ فَقَالُوا
إِنَّهُ لاَ يُنْجِيكُمْ مِنْ هَذِهِ الصَّخْرَةِ إِلاَّ أَنْ تَدْعُوا اللَّهَ
بِصَالِحِ أَعْمَالِكُمْ
“Ada
tiga orang dari ummat sebelum kalian berangkat bepergian. mereka terpaksa
bermalam di suatu gua kemudian mereka pun memasukinya. Tiba-tiba jatuhlah batu
besar dari gunung lalu menutup gua itu. Mereka berkata : “ bahwasanya tidak ada
yang dapat menyelamatkan kalian dari batu besar ini kecuali jika kalian berdoa
kepada Allah Ta’ala dengan menyebutkan amalan baik kalian.”
قَالَ
رَجُلٌ مِنْهُمُ اللَّهُمَّ كَانَ لِي شَيْخَانِ كَبِيرَانِ ، لاَ أَغْبِقُ
قَبْلَهُمَا أَهْلاً أوْ مَالاً ، فَنَأَى بِى طَلَبِ الشَّجَرِ يَوْمًا ، فَلَمْ
أُرِحْ عَلَيْهِمَا حَتَّى نَامَا ، فَحَلَبْتُ لَهُمَا غَبُوقَهُمَا
فَوَجَدْتُهُمَا نَائِمَيْنِ فَكَرِهْتُ أَنْ أوقظهما وأَغْبِقَ قَبْلَهُمَا
أَهْلاً أَوْ مَالاً ، فَلَبِثْتُ وَالْقَدَحُ عفي يَدَىَّ أَنْتَظِرُ
اسْتِيقَاظَهُمَا حَتَّى بَرَقَ الْفَجْرُ ، فَاسْتَيْقَظَا فَشَرِبَا
غَبُوقَهُمَا ، اللَّهُمَّ إِنْ كُنْتُ فَعَلْتُ ذَلِكَ ابْتِغَاءَ وَجْهِكَ
فَفَرِّجْ عَنَّا مَا نَحْنُ فِيهِ مِنْ هَذِهِ الصَّخْرَةِ ، فَانْفَرَجَتْ
شَيْئًا لاَ يَسْتَطِيعُونَ الْخُرُوجَ منه.
Salah
seorang dari mereka berkata, “Ya Allah, aku mempunyai dua ibu bapak yang sudah tua renta. Dan aku tidak pernah memberi minum
susu kepada siapa pun sebelum keduanya minum. Aku lebih mendahulukan mereka
berdua daripada keluarga dan budakku , Kemudian pada suatu hari, aku mencari
kayu di tempat yang jauh. aku tidak
pulang kecuali setelah sore, dan aku dapati ibu bapakku telah tertidur.
Aku pun memerah susu dan aku dapati mereka sudah tertidur pulas. Aku pun enggan
memberikan minuman tersebut kepada keluarga atau pun budakku. Seterusnya aku
menunggu hingga mereka bangun dan ternyata mereka barulah bangun ketika Shubuh,
dan gelas minuman itu masih terus di tanganku. Selanjutnya setelah keduanya
bangun lalu mereka meminum minuman tersebut. Ya Allah, jikalau aku mengerjakan
sedemikian itu dengan niat benar-benar mengharapkan wajah-Mu, maka
lepaskanlah kesukaran yang sedang kami hadapi dari batu besar yang menutupi
kami ini.” Batu besar itu tiba-tiba terbuka sedikit, namun mereka masih belum
dapat keluar dari goa.
وَقَالَ الآخَرُ اللَّهُمَّ إنه كَانَتْ لِى بِنْتُ عَمٍّ كَانَتْ أَحَبَّ النَّاسِ إِلَىَّ ، فَرَاوَدْتها عَلى نَفْسِهَا ، فَامْتَنَعَتْ مِنِّى حَتَّى أَلَمَّتْ بِهَا سَنَةٌ مِنَ السِّنِينَ ، فَجَاءَتْنِى فَأَعْطَيْتُهَا عِشْرِينَ وَمِائَةَ دِينَارٍ عَلَى أَنْ تُخَلِّىَ بَيْنِى وَبَيْنَ نَفْسِهَا ، فَفَعَلَتْ حَتَّى إِذَا قَدَرْتُ عَلَيْهَا قَالَتْ لاَ أُحِلُّ لَكَ أَنْ تَفُضَّ الْخَاتَمَ إِلاَّ بِحَقِّهِ . فَانْصَرَفْتُ عَنْهَا وَهْىَ أَحَبُّ النَّاسِ إِلَىَّ وَتَرَكْتُ الذَّهَبَ الَّذِى أَعْطَيْتُهَا ، اللَّهُمَّ إِنْ كُنْتُ فَعَلْتُ ذَلِكَ ابْتِغَاءَ وَجْهِكَ فَافْرُجْ عَنَّا مَا نَحْنُ فِيهِ . فَانْفَرَجَتِ الصَّخْرَةُ ، غَيْرَ أَنَّهُمْ لاَ يَسْتَطِيعُونَ الْخُرُوجَ مِنْهَا
Yang
lain berkata : “Ya Allah, dahulu ada puteri pamanku yang aku sangat
menyukainya. Aku pun sangat menginginkannya. Namun ia menolak cintaku. Hingga
berlalu beberapa tahun, ia mendatangiku (karena sedang butuh uang). Aku pun
memberinya 120 dinar. Namun pemberian itu dengan syarat ia mau tidur denganku
(alias: berzina). Ia pun mau. Sampai ketika aku ingin menyetubuhinya, keluarlah
dari lisannya, “Tidak halal bagimu membuka cincin kecuali dengan cara yang
benar (maksudnya: barulah halal dengan nikah, bukan zina).” Aku pun langsung
tercengang kaget dan pergi meninggalkannya padahal dialah yang paling kucintai.
Aku pun meninggalkan emas (dinar) yang telah kuberikan untuknya. Ya Allah,
jikalau aku mengerjakan sedemikian itu dengan niat benar-benar mengharapkan
wajah-Mu, maka lepaskanlah kesukaran yang sedang kami hadapi dari batu besar
yang menutupi kami ini.” Batu besar itu tiba-tiba terbuka lagi, namun mereka masih
belum dapat keluar dari gua”
وَقَالَ الثَّالِثُ اللَّهُمَّ إِنِّى اسْتَأْجَرْتُ أُجَرَاءَ وأَعْطَيْتُهُمْ أَجْرَهُمْ ، غَيْرَ رَجُلٍ وَاحِدٍ تَرَكَ الَّذِى لَهُ وَذَهَبَ فَثَمَّرْتُ أَجْرَهُ حَتَّى كَثُرَتْ مِنْهُ الأَمْوَالُ ، فَجَاءَنِى بَعْدَ حِينٍ فَقَالَ يَا عَبْدَ اللَّهِ أَدِّ إِلَىَّ أَجْرِى . فَقُلْتُ كُلُّ مَا تَرَى مِنْ أَجْرِكَ مِنَ الإِبِلِ وَالْبَقَرِ وَالْغَنَمِ وَالرَّقِيقِ . فَقَالَ يَا عَبْدَ اللَّهِ لاَ تَسْتَهْزِئْ بِى . فَقُلْتُ لاَ أَسْتَهْزِئُ بِكَ . فَأَخَذَهُ فَاسْتَاقَهُ فَلَمْ يَتْرُكْ مِنْهُ شَيْئًا ، اللَّهُمَّ إِنْ كُنْتُ فَعَلْتُ ذَلِكَ ابْتِغَاءَ وَجْهِكَ فَافْرُجْ عَنَّا مَا نَحْنُ فِيهِ . فَانْفَرَجَتِ الصَّخْرَةُ فَخَرَجُوا يَمْشُونَ.
Orang
ketiga berkata, “Ya Allah, aku dahulu pernah mempekerjakan beberapa pegawai
lantas aku memberikan gaji pada mereka. Namun ada satu yang tertinggal yang
tidak aku beri. Malah uangnya aku kembangkan hingga menjadi harta melimpah.
Suatu saat ia pun mendatangiku. Ia pun berkata padaku, “Wahai hamba Allah,
bagaimana dengan upahku yang dulu?” Aku pun berkata padanya bahwa setiap yang
ia lihat itulah hasil upahnya dahulu (yang telah dikembangkan), yaitu ada unta,
sapi, kambing dan budak. Ia pun berkata, “Wahai hamba Allah, janganlah engkau
bercanda.” Aku pun menjawab bahwa aku tidak sedang bercanda padanya. Aku lantas
mengambil semua harta tersebut dan menyerahkan padanya tanpa tersisa sedikit
pun. Ya Allah, jikalau aku mengerjakan sedemikian itu dengan niat benar-benar
mengharapkan wajah-Mu, maka lepaskanlah kesukaran yang sedang kami hadapi dari
batu besar yang menutupi kami ini”. Lantas goa yang tertutup sebelumnya pun
terbuka, mereka keluar dan berjalan. (Muttafaqun ‘alaih. HR. Bukhari no.
3404 dan Muslim no. 2743)
c.
Bertawassul kepada Allah dengan
meminta doa dari orang sholih yang masih hidup.
·
Seorang
muslim meminta kepada saudaranya yang sholih (Syaikh, Kiyai, Ustadz) untuk
mendo’akannya kepada Allah supaya Allah menunaikan hajatnya, atau disembuhkan
dari penyakitnya.
·
Atau
seorang mukmin (Syaikh, Kiyai, Ustadz) atau yang lainnya mendo’akan saudara
muslim yang lain tanpa diminta, seperti ketika ia melihat saudara nya dalam
kesempitan. Maka ia berdo’a kepada Allah untuk menghilangkan kesempitan yang
dialami saudaranya tersebut.
Dalil
disyari’atkan bertawassul dengan do’a orang sholih :
1)
Dari Anas bin Malik Radhiallahu ‘Anhu,
ia berkata: “Pernah terjadi musim kemarau pada zaman Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam, ketika Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam,
berkhutbah di hari Jum’at. Tiba-tiba berdirilah seorang Badui, ia berkata :
‘Wahai Rasulullah, telah musnah harta dan telah kelaparan keluarga. Lalu
Rasulullah mengangkat kedua tangannya seraya berdo’a: “Ya Allah turunkanlah
hujan kepada kami. Ya Allah, turunkanlah hujan kepada kami.” Tidak lama
kemudian turunlah hujan.
2)
Dari Anas Bin Malik Radhiallahu
‘Anhu, bahwa ‘Umar bin Khaththab Radhiyallahu ‘Anhu (ketika terjadi
paceklik) ia meminta hujan kepada Allah melalui do’a ‘Abbas bin ‘Abdil Muthalib
Radhiyallahu anhu, lalu berkata: “Ya Allah, dahulu kami bertawassul
kepada-Mu melalui Nabi kami, lalu Engkau menurunkan hujan kepada kami. Sekarang
kami memohon kepada-Mu melalui paman Nabi kami, maka berilah kami hujan.” Ia
(Anas bin Malik) berkata: “Lalu mereka pun diberi hujan.”
v Tawassul
yang tidak disyari’atkan, Yaitu bertawassul kepada allah dengan sesuatu yang
tidak disyari’atkan. Seperti bertawassul dengan kedudukan Nabi Shallallahu
‘Alaihi Wasallam, dengan dzat makhluk atau bertawassul dengan menjadikan
orang yang sudah meninggal sebagai perantara dalam ibadah, seperti berdoa’a dan
meminta hajat kepada mereka.Tawassul semacam ini tidak disyari’atkan. wallahu
a’lam bisshowab
3.
Dalam
bait diatas Syaikhul Islam Rahimahullah, mengatakan :
وَمَوَدَّةُ
القُرْبى بِها أَتَوَسّــل
“Saya bertawassul dengan mencintai
kerabat Nabi shallallahu ‘Alaihi Wasallam.” Ini merupakan tawassul yang diperbolehkan,
karena mencintai keluarga dan kerabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam,
termasuk amal sholih, dan bertawassul dengan amal sholih merupakan tawassul
yang disyari’atkan dalam islam.
4.
Ibnu Katsir Rahimahullah berkata :
ولا تنكر
الوصاة بأهل البيت ، والأمر بالإحسان إليهم ، واحترامهم وإكرامهم ، فإنهم من ذرية
طاهرة ، من أشرف بيت وجد على وجه الأرض ، فخرا وحسبا ونسبا ، ولا سيما إذا كانوا
متبعين للسنة النبوية الصحيحة الواضحة الجلية ، كما كان عليه سلفهم ، كالعباس
وبنيه ، وعلي وأهل بيته وذريته ، رضي الله عنهم أجمعين .
“Dan
kami tidak mengingkari wasiat (untuk memuliakan dan menghormati) Ahlil bait
(keluarga nabi), perintah berbuat baik kepada mereka dan menghormati serta
memuliakan mereka. karena sesungguhnya mereka berasal dari keturunan yang suci
dari ahlil bait yang paling mulia di muka bumi ini, kedudukan dan kebanggaan-nya
serta nasab-nya. Terutama jika mereka mengikuti sunnah nabi yang sahih,yang
jelas dan terang. seperti yang telah dilakukan oleh para pendahulu mereka,
seperti ‘Abbas dan anak-anaknya, ‘Ali dan ahlil bait serta keturunan-Nya.Semoga
Allah senantiasa melimpahkan ridha-Nya kepada mereka semua.”
-Wallahu A’lam Bisshowab-
Selesai
ditulis, Ahad 23 Rajab 1439 H / 08 Maret 2018 , Maktabah al-hakam, Ponpes
Tahfidz Putri Al-Mahmud, Aik Ampat dasan Geres.
Bahrul
Ulum Ahmad Makki
(Pimpinan Pondok Tahfidz Putri Al-Mahmud & Pengasuh al-hakam.com)
Referensi :
Al-Laali’
Al-Bahiyah Syarh Lamiyah Karya Syaikh Ahmad bin Abdullah Al-Mardawy
Al-Hambaly
Syarah
Lamiyah syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Karya Syaikh Yahya Bin ‘Ali Al-Hajuri
Al-Fawaid
Al-bahiyah Fi Syarh Lamiyah Karya syaikh Muhammad Hizam al-Ba’dany
Ad-Duror
Al-Aqdiyah fi Syarh Lamiyah Karya Syaikh Abu Hamzah Sa’ad Abdussalam
An-Nazily
http://www.alukah.net/sharia/0/98263/
0 komentar:
Posting Komentar