Allah subhanahu adalah
Dzat Yang Maha Berkehendak. Rahmat-Nya juga sangat luas dan pasti akan
sampai kepada siapa saja yang Ia kehendaki untuk dirahmatiNya.
Salah
satu karunia besar yang diberikan kepada al-Imam asy-Syafi'i adalah
ibundanya yang sangat paham akan pentingnya mencari ilmu (agama).
Sehingga meskipun hidup sebagai anak yatim dan ibundanya tidak memiliki
harta, jadilah Muhammad bin Idris menjadi al-Imam asy-Syafi'i yang kita
kenal
hingga sekarang sebagai salah seorang imam besar.
hingga sekarang sebagai salah seorang imam besar.
Kemiskinan
dan hidup sebagai anak yatim tidak menjadi penghalang bagi beliau untuk
menggapai kedudukan yang tinggi. Tentunya ini semua atas kehendak dan
karunia Allah, kemudian keinginan yang kuat dari ibundanya.
Al-Imam asy-Syafi'i menuturkan sendiri tentang kondisi ibunya yang miskin:
"Aku tumbuh sebagai seorang yatim di bawah asuhan ibuku, dan tidak ada harta pada beliau yang bisa diberikan kepada guruku. Dan ketika itu guruku merasa lega dariku hanya dengan aku menggantikannya apabila ia pergi."
Beliau juga mengatakan: "Aku tidak memiliki harta. Dan aku menuntut ilmu ketika masih muda."
"Aku tumbuh sebagai seorang yatim di bawah asuhan ibuku, dan tidak ada harta pada beliau yang bisa diberikan kepada guruku. Dan ketika itu guruku merasa lega dariku hanya dengan aku menggantikannya apabila ia pergi."
Beliau juga mengatakan: "Aku tidak memiliki harta. Dan aku menuntut ilmu ketika masih muda."
Setelah tinggal beberapa lama
untuk membesarkan Syafi'i kecil di daerah Ghazah, 'Asqalan, Yaman,
ibunda al-Imam asy-Syafi'i membawanya ke negeri Hijaz. Ibunda
asy-Syafi'i memasukkan Syafi'i kecil ke dalam kaumnya, yaitu kabilah
al-Azdi, karena ibunda Syafi'i keturunan kabilah al-Azdi. Dan mulailah
Syafi'i kecil menghafal al-Qur'an hingga berhasil menghafal seluruh
al-Qur'an pada usia tujuh tahun.
Tinggallah ibunda asy-Syafi'i
bersamanya di tengah-tengah kabilah ini hingga Syafi'i berusia sepuluh
tahun. Ketika telah berusia sepuluh tahun, ibunda Syafi'i khawatir nasab
keturunan beliau yang mulia akan dilupakan dan hilang. Yaitu nasab
keturunan yang masih bertemu dengan nasab Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam. Maka ibunda Syafi'i membawa memindahkannya ke kota Makkah. (Tawali Ta'sis karya Ibnu Hajar dengan beberapa penyusaian)
Di antara perhatian ibunda
Syafi'i yang besar terhadap ilmu, ia tidak membukakan pintu untuk
Syafi'i ketika pulang dari majelis salah seorang ulama di masa itu agar
Syafi'i kembali ke majelis tersebut hingga mendapatkan ilmu. ('Uluwwul Himmah)
Pelajaran-pelajaran:
Dari
sekilas kisah di atas kita dapatkan beberapa pelajaran yang penting
yang semoga memberikan manfaat untuk kaum muslimin secara umum:
1. Peran seorang ibu dalam membentuk dan mendidik anak.
1. Peran seorang ibu dalam membentuk dan mendidik anak.
2. Kemiskinan dan kesempitan tidak seharusnya dijadikan alasan untuk meninggalkan upaya mendalami ilmu agama.
3. Kemiskinan dan kesempitan tidak selayaknya dijadikan sebagai alasan untuk meninggalkan ibadah yang diwajibkan baginya.
4. Pentingnya menjaga semangat dalam meraih kesuksesan.
5.
Pentingnya seseorang untuk memilih seorang wanita shalihah yang
nantinya sebagai pendidik dan teladan bagi putra-putrinya. Sebab bila
seorang ibu adalah orang yang tidak shalih, selain akan membuat susah
suami di dunia dan akhirat, juga akan menghancurkan masa depan
anak-anak. Mencari seorang calon ibu bagi anak-anak yang shalihah baik
agamanya, tidak hanya memandang pada perkara dunia baik kedudukan,
kecantikan, atau harta.
6. Orang
tua yang baik memikirkan tidak sebatas bisa mem'bahagia'kan anak di
dunia ini, tetapi orang tua yang baik juga berusaha menjadikan anak
sebagai generasi yang akan mendapatkan kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Sumber : http://fatwasyafiiyah.blogspot.com/
0 komentar:
Posting Komentar