بسم الله الرحمن الرحيم
عَنِ
الْمِقْدَامِ رَضِي اللَّهم عَنْه عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: ((مَا أَكَلَ أَحَدٌ طَعَامًا قَطُّ خَيْرًا
مِنْ أَنْ يَأْكُلَ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ وَإِنَّ نَبِيَّ اللَّهِ دَاوُدَ
عَلَيْهِ السَّلَام كَانَ يَأْكُلُ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ)) رواه البخاري.
Dari al-Miqdam
Radhiallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah
bersabda: “Tidaklah seorang (hamba) memakan makanan yang lebih baik
dari hasil usaha tangannya (sendiri), dan sungguh Nabi Dawud makan dari
hasil usaha tangannya (sendiri)”
[1].
Hadits yang agung ini menunjukkan keutamaan bekerja mencari nafkah
yang halal dan berusaha memenuhi kebutuhan diri dan keluarga dengan
usaha sendiri. Bahkan ini termasuk sifat-sifat yang dimiliki oleh para
Nabi dan orang-orang yang shaleh. Dalam hadits lain Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Nabi Zakariya adalah seorang tukang kayu”
[2].
Pada suatu hari Imran bin Haththan menemui istrinya. Secara fisik, Imran memang buruk, berjerawat dan pendek. Sedangkan istrinya cantik jelita. Tiap kali dia memandang istrinya, si istri kelihatan semakin cantik dan jelita. Dia tidak dapat menahan diri dari memandang istrinya terus-menerus. Lantas istrinya berkata, “Ada apa dengan dirimu?” Dia menjawab, “Segala puji bagi Allah. Demi Allah, kamu perempuan yang cantik.” Si istri berkata,